Iran Remehkan Dugaan Serangan, Sebut 'Gertakan' di Tengah Pemadaman Internet

Iran Remehkan Dugaan Serangan, Sebut 'Gertakan' di Tengah Pemadaman Internet

Wibta.com - Media pemerintah Iran secara serempak meremehkan laporan mengenai serangan Amerika Serikat terhadap salah satu situs nuklirnya, dengan narasi utama menyebutnya sebagai "gertakan" dan upaya untuk meminimalkan dampak insiden tersebut.

 Di tengah upaya pengendalian narasi ini, pemerintah juga membatasi akses internet secara luas, sebuah langkah yang menghambat aliran informasi independen dari dalam negeri.

"Gertakan." Itulah kata yang terus diulang di siaran televisi pemerintah Iran sejak beberapa jam lalu dalam merespons laporan serangan AS.

Seorang presenter di TV pemerintah menuduh Donald Trump "menggertak" tentang klaim penghancuran situs nuklir Fordo.

Presenter tersebut menambahkan bahwa kerusakan yang terjadi tidak signifikan, dengan menyatakan bahwa "hanya dua terowongan di pintu masuk dan keluar Fordo yang rusak."

Sejak awal, media resmi Iran berusaha mengecilkan skala serangan tersebut, pada mulanya melabeli laporan yang beredar sebagai "laporan yang belum terverifikasi."

Meskipun Morteza Heydari, juru bicara manajemen krisis provinsi Qom, sempat mengonfirmasi adanya serangan terhadap "sebagian" fasilitas Fordo, ia segera mengeluarkan pernyataan lanjutan yang menegaskan bahwa seluruh provinsi berada dalam kondisi "sepenuhnya tenang."

Upaya meremehkan ini juga terlihat dari cara media lokal menggambarkan ledakan yang terdengar, dengan menyebut bahwa ledakan tersebut "tidak terlalu keras."

Pada saat yang sama, Iran memberlakukan pembatasan akses internet secara nasional dengan alasan adanya "serangan siber dari musuh."

Langkah ini secara efektif memutus sumber informasi alternatif dan menyebabkan penurunan drastis dalam jumlah video serta foto yang dikirim oleh warga ke media internasional seperti BBC atau dibagikan di media sosial.

Akibatnya, gambaran situasi di lapangan menjadi sangat bergantung pada narasi dan visual yang disajikan secara eksklusif oleh media yang berafiliasi dengan pemerintah Iran.

 Keterbatasan ini menciptakan tantangan bagi verifikasi independen mengenai tingkat kerusakan sebenarnya dan dampak keseluruhan dari serangan yang dilaporkan.

 Strategi dua arah ini—meremehkan insiden melalui media resmi sambil memblokir informasi dari warga—menunjukkan upaya terkoordinasi untuk mengendalikan persepsi publik baik di dalam maupun di luar negeri.***