Makassar, wibta.com – Ketua Persatuan Guru Republik (PGRI) Sulawesi Tenggara, , mengkritik langkah Pemerintah Kabupaten yang melayangkan surat somasi kepada , seorang guru SD Negeri 4 Baito, setelah mencabut kesepakatan damai dengan keluarga korban.

“Mestinya ada sikap saling memaafkan, ini justru menjadi preseden buruk bagi pemerintah daerah yang mensomasi warganya,” ujar Halim kepada CNNIndonesia.com, Kamis (7/11).

Menurut Halim, pemerintah seharusnya menunjukkan sikap bijaksana dengan memberi maaf, bukan justru mengajukan somasi yang dapat memperkeruh suasana dan memberikan citra negatif.

“Jika Pemerintah Konawe Selatan merasa harga diri atau kewibawaannya terganggu, sikap memaafkan akan lebih dihargai dibandingkan harus mengambil tindakan hukum terhadap warganya yang kurang berdaya,” jelasnya.

Halim berharap kasus yang menimpa Supriyani segera menemukan solusi terbaik dan meminta agar Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan mempertimbangkan pencabutan somasi tersebut.

“Sikap memaafkan dari pemerintah akan lebih dihormati dan menjadi teladan. Ini bisa menjadi preseden buruk jika pemerintah somasi rakyatnya, apalagi Supriyani berada di posisi yang lemah,” tambahnya.

Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan melalui Bagian Hukum Sekretariat Pemkab, Suhardi, mengirimkan somasi kepada Supriyani setelah ia mencabut kesepakatan damai terkait dugaan kasus kekerasan anak yang melibatkan aparat kepolisian.

Somasi tersebut dikeluarkan pada Rabu (6/11) setelah Supriyani menyatakan bahwa ia merasa ditekan dan dipaksa saat menandatangani kesepakatan damai tersebut.

“Ibu Supriyani menyampaikan bahwa dalam proses mediasi ia merasa tertekan dan terintimidasi,” ujar Kadis Kominfo Konawe Selatan, Anas Mas’ud, Kamis (6/11).

Surat somasi ini bertujuan memastikan bahwa proses mediasi yang difasilitasi oleh Bupati Konawe Selatan, Surunuddin Dangga, bebas dari paksaan dan intimidasi.

“Niat baik Bapak Bupati adalah untuk memfasilitasi perdamaian yang murni tanpa ada unsur paksaan,” kata Anas.